Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia dari Orde Lama hingga Reformasi
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi yang berarti kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dalam pemerintahannya dijalankan oleh lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dipilih oleh rakyat. Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘’demos’’ berarti rakyat dan kratos yang berarti ‘’kekuasaan’’. Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa demokrasi adalah rakyat berpartisipasi terhadap politik, baik secara langsung maupun melalui perwakilan rakyat. Partisipasi rakyat mencakup berbagai bentuk partisipasi aktif dalam pemilu, menyuarakan aspirasi terhadap kebijakan pemerintah, dan sebagainya.
Demokrasi berkaitan erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Hak Asasi Manusia atau yang dikenal HAM secara historis adalah hak kodrati atau natural rights theory yakni semua individu dikaruniai secara alamiah hak yang melekat pada dirinya dengan demikian negara tidak bisa mencabut hak tersebut. Secara hukum HAM terdapat dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang berbunyi, ‘’Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia’’. Ayat ini menegaskan bahwa setiap orang diakui sebagai manusia yang merupakan makhluk Tuhan berhak untuk menuntut dan memperoleh perlindungan harkat dan martabat yang sama di mata hukum.
Demokrasi dan HAM merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan karena keduanya memiliki keterkaitan. HAM dapat berjalan dengan baik dan diakui eksistensinya jika berada dalam sistem pemerintahan yang demokratis. Dikutip dari Jurnal Negara Demokrasi dan Hak Asasi Manusia oleh Rosana Ellya tahun 2016. Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum, bukan manusia. Hukum dimaknai sebagai kesatuan hierarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. konstitusi tersebut merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah wujud perjanjian sosial tertinggi. Negara dalam merealisasikan hak asas warga negaranya sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, karena jika negara maupun masyarakat melanggar hak asasi maka ada sesuatu kekuatan yang nantinya dapat digunakan sebagai alat untuk menuntut terhadap pelanggaran hak asasi tersebut, yaitu sanksi yang tegas yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang telah disepakati.
Meskipun Indonesia mengakui bahwa negara berupaya untuk melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) warga negaranya, namun dalam praktiknya, negara terkadang lalai dalam kewajiban tersebut. Pelanggaran mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) kerap saja terjadi di Indonesia, baik yang dilakukan oleh aparat maupun pihak-pihak lainnya. Negara harus tegas dalam membenahi kasus pelanggaran HAM, mengingat kasus HAM bukan suatu persoalan yang sepele, tetapi justru menjadi suatu persoalan yang harus diperhatikan.
PEMBAHASAN
Berdasarkan uraian pada pendahuluan, diketahui bahwa Hak Asasi Mahasiswa (HAM) adalah hak kodrati yang ada pada diri manusia sejak lahir sehingga tidak ada yang berhak mencabut hak tersebut, termasuk negara. Di Indonesia pasal mengenai Hak Asasi Manusia diatur pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa setiap warga negara mendapatkan penegakan dan perlindungan HAM.
Meskipun begitu tetapi dalam aspek kehidupan seringkali terjadi bentuk- bentuk pelanggaran HAM terjadi. Baik, sejak zaman Orde Lama hingga zaman Reformasi seperti pada saat ini. Pelanggaran HAM bukan suatu masalah yang disepelekan tetapi merupakan suatu masalah yang besar karena dapat berakibat fatal dan mengancam hak hidup seseorang.
Peristiwa pada tahun 1965-1966 merupakan tahun yang memiliki catatan hitam dalam sejarah. Pada tahun tersebut diawali dengan peristiwa penculikan dan pembunuhan para jenderal pada 30 September 1965. Setelah terjadinya peristiwa itu, terjadi peristiwa yang mengakibatkan ratusan ribu sampai jutaan orang mengalami penindasan hak hidupnya. Mereka dituduh sebagai simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) sehingga mereka mendapatkan penahan tanpa alasan yang jelas, penyiksaan, perampasan, bahkan pembunuhan. Tidak hanya berakibat fatal bagi korban, tetapi juga bagi keluarga korban. Keluarga korban turut mendapatkan diskriminasi karena dianggap sebagai keluarga PKI, sehingga harus kehilangan pekerjaan, pendidikan, dikucilkan dari lingkungannya hingga sulit untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan. Sungguh ironis, mereka harus menanggung apa yang seharusnya bukan tanggung jawab dari kesalahan mereka.
Kerusuhan tanggal 6 Mei 1998 atau yang dikenal sebagai tragedi 1998 atau tragedi Trisakti juga merupakan kasus pelanggaran HAM. Tragedi ini dilatarbelakangi oleh krisis moneter pada tahun 1997, ketidakadilan sosial yang ada di masyarakat, dan ketidakpuasan terhadap pemerintahan. Kondisi ini diperparah oleh adanya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang menjamur di roda pemerintahan. Kondisi dan situasi yang sudah tidak kondusif inilah yang menimbulkan berbagai aksi demonstrasi oleh rakyat. Pada tanggal 12 Mei 1998, mahasiswa Trisakti menggelar aksi demonstrasi untuk menuntut reformasi dan pengunduran Presiden Soeharto yang sudah menjabat selama 32 tahun. Namun aksi yang dilakukan secara damai itu berujung pada kekerasan setelah aparat menembakan peluru ke arah para demonstran, hal ini mengakibatkan empat mahasiswa Trisakti tewas yakni Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hertanto, dan Hendriawan Sie. Peristiwa ini menimbulkan amarah bagi para demonstran dan masyarakat karena melanggar Hak Asasi Manusia yakni hak untuk hidup dan hak untuk memberikan rasa aman dan perlindungan.
Peristiwa penembakan mahasiswa ini jelas melanggar Pasal 55 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk menyampaikann aspirasi dan pendapatnya di muka umum, serta pengakuan jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan umum. Tetapi pada kenyataan yang ada hal itu justru kegagalan negara dalam menjamin pengakuan dan perlindungan hukum terhadap rakyatnya. Selain itu, peristiwa ini juga melanggar Undang-Undang Pasal 28G ayat 1 yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak atas perlindungan dan rasa aman. Negara seharusnya melindungi dan memberikan rasa aman kepada warganya tanpa adanya diskriminasi yang kenyataannya terjadi malah sebaliknya. Mahasiswa sebagai rakyat yang harusnya dapat menyampaikan pendapatnya dengan rasa aman tetapi malah mendapatkan perampasan nyawa.
Pada kerusuhan tahun 1998 ini tidak hanya rakyat Indonesia asli saja yang menjadi korban, tetapi juga rakyat yang beretnis Tionghoa. Pada tanggal 14 Mei 1998, kerusahaan semakin memanas dan menyasar rakyat beretnis Tionghoa. Kerusuhan ini diwarnai oleh penjarahan, perampokan, pembakaran toko, rumah, kendaraan, bahkan pelecehan seksual. Hal ini disebabkan oleh kebencian dan sentimen terhadap etnis Tionghoa yang dipicu oleh tuduhan bahwa etnis Tionghoa merupakan penyebab dibalik krisis moneter. Kejadian diskriminasi rasial ini tidak hanya terjadi di Jakarta tetapi juga di kota-kota lainnya seperti Solo, Medan, Palembang, dan Surabaya.
Diskriminasi rasial juga merupakan peristiwa pelanggaran yang kerap terjadi di zaman reformasi seperti pada saat ini. Salah satu contoh peristiwanya adalah diskriminasi rasial yang dialami oleh mahasiswa Papua di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya. Pada bulan Agustus tahun 2019 sebanyak 43 mahasiswa asal Papua menjadi korban diskriminasi rasial. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh tuduhan kepada mahasiswa Papua mengenai perusakan dan pembuangan bendera Merah Putih di depan asrama. Atas dasar tuduhan tersebutlah, massa melakukan pengepungan di Asrama Mahasiswa Papua. Massa menembaki gas air mata, melontarkan kata-kata ujaran diskriminasi rasial, dan bahkan kekerasan fisik kepada mahasiswa Papua. Sangat disayangkan, sikap massa yang langsung melakukan tindakan kekerasan tersebut tanpa melakukan investigasi terlebih dahulu untuk mencari kebenarannya. Kasus diskriminasi rasial tidak hanya terjadi pada peristiwa itu saja, biasanya seseorang yang menjadi minoritas baik ras, suku, dan agama kerap mendapatkan diskriminasi. Sungguh kejam, padahal sejatinya semua manusia sama di hadapan Tuhan, tetapi masih saja ada orang yang menganggap bahwa dirinya atau golongannya merasa superior atau paling unggul dibandingkan yang lain.
Sungguh miris, kasus-kasus pelanggaran HAM masih saja terjadi. Bagaimana bisa seorang manusia melakukan tindakan yang merampas hak hidup manusia lainnya. Pemerintah negara harus tegas dalam menegakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan setiap pelanggaran HAM ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku. Pemerintah menggandeng Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk bekerja sama dalam, mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM di Indonesia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang serta memberikan perlindungan dan penegakan terhadap HAM.
PENUTUP
Dari beberapa peristiwa tersebut dapat disimpulkan bahwa peristiwa pelanggaran HAM masih kerap terjadi di Indonesia. Kasus-kasus pelanggaran HAM yang mencerminkan peristiwa tragis dan memilukan, seperti diskriminasi, perampasan, penyiksaan, bahkan pembunuhan. Korban pelanggaran HAM seringkali mengalami kekerasan fisik dan psikologis yang berdampak fatal dan menimbulkan trauma berkepanjangan dan membekas.
Pada masa Orde Lama bentuk penindasan terhadap HAM adalah melakukan penuduhan tanpa bukti kepada orang-orang yang tidak bersalah sebagai anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) sehingga hal itu menimbulkan penindasan dan pembantaian yang mengakibatkan ratusan ribu hingga mencapai dua juta orang menjadi korban. Tragedi tahun 1998 atau Tragedi Trisakti juga merupakan pelanggaran ham berat yang terjadi pada masa Orde Baru, dimana mahasiswa sebagai generasi penggerak bangsa harus kehilangan nyawanya saat menuampaikan pendapat dan aspirasinya. Pada tahun 1998, juga terjadi diskriminasi rasial terhadap rakyat etnis Tionghoa karena adanya tuduhan tanpa bukti yang menyatakan bahwa mereka dalang dari krisis moneter. Masa Reformasi seperti pada saat ini juga kerap terjadi penindasan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yakni diskriminasi. Di tahun 2019, terjadi diskriminasi kepada mahasiswa Papua di Asrama Mahasiswa Papua, lagi-lagi kejadian itu dipicu oleh tuduhan bahwa mahasiswa Papua telah merusak bendera Merah Putih dan membuangnya di depan asrama. Hal itu menimbulkan peristiwa pengepungan serta tindakan kekerasan fisik dan verbal seperti melontarkan kata-kata yang mengandung ujaran diskriminasi rasial.
Berdasarkan penyebab dari kasus tersebut selain dipengaruhi oleh kegagalan dalam melindungi dan memberikan rasa aman dalam berpendapatan juga dipengaruhi oleh kepercayaan terhadap sesuatu yang belum tentu benar atau tuduhan terhadap seseorang atau etnis tertentu. Kepercayaan itu yang menyebabkan seseorang untuk tidak berpikir panjang dan langsung melakukan tindakan main hakim sendiri ataupun kekerasan. Oleh karena itu, seharusnya mencari kebenarannya terlebih dahulu, jangan karena mengikuti yang masih jadi tuduhan atau informasi yang belum tentu benar dapat melakukan tindakan yang merugikan bahkan sampai merampas hak hidup seseorang.
Oleh karena itu, Negara harus berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM dan memberikan hukum yang tegas dan seadil-adilnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap pelaku pelanggaran HAM, serta penyelesaian atas kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu. Dengan tindakan-tindakan ini, dapat memulihkan kepercayaan rakyat terhadap penegakan HAM dan hukum di Indonesia dan prinsip keadilan serta kemanusiaan benar-benar diaktualisasikan.
Daftar Pustaka
Cristha, Renata. (2024,30 Oktober). Mengenal Apa Itu HAM Menurut Hukum dan Para Ahli. Diakses pada 11 Juni 2025, dari https://www.hukumonline.com/klinik/a/mengenal-apa-itu-ham-lt6331716e60d8d/
Tim HukumOnline. (2025,17 Februari). Demokrasi: Pengertian, Sejarah, dan Pelaksanaaanya. Diakses pada 11 Juni 2025, dari https://www.hukumonline.com/berita/a/demokrasi--lt61b739dbb5bf8/
Rosana, Ellya. "Negara Demokrasi Dan Hak Asasi Manusia." Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam, vol. 12, no. 1, 2016, doi:10.24042/tps.v12i1.827.
Shofia, Hervinna. (2024,24 Juli). Pelanggaran HAM Berat pada Peristiwa 1965-1966. Diakses pada 12 Juni 2025, dari https://kumparan.com/hervinna/pelanggaran-ham-berat-pada-peristiwa-1965-1966-22ozYTBeDdy
Fitria, M. N., & Wiranata, I. H. (2023). Kasus Trisakti 1998: Pelanggaran HAM dalam Dinamika Reformasi Indonesia. Proceeding UNP Kediri, 1(1), 1-12.
CNN Indonesia. (2020, 18 Agustus). Mahasiswa Papua Surabaya Peringati Setahun Rasisme Monyet. Diakses pada 12 Juni 2025, dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200818121144-20-536793/mahasiswa-papua-surabaya-peringati-setahun-rasisme-monyet
Tentang Komnas HAM. Diakses pada 12 Juni 2025, dari komnasham.go.id/index.php/about/1/tentang-komnasham.html#:~:text=Di%20dalam%20Pasal%2075%20Undang,Deklarasi%20Universal%20Hak%20Asasi%20Manusia.
Kurniawan, Sigit. (2025, 13 Mei). 13 Mei 1998 Kerusuhan Berbau Rasial di Jakarta dan Solo. Diakses pada 12 Juni 2025, dari https://elshinta.com/news/372338/2025/05/13/13-mei-1998-kerusuhan-berbau-rasial-di-jakarta-dan-solo
Comments
Post a Comment